LAWUTV.COM || MADIUN - Yayasan Paramitra Indonesia menggelar diskusi publik bersama Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Madiun dan awak media di Gedung Graha Praja Mukti, Pusat Pemerintahan (Puspem) Kabupaten Madiun, Rabu (11/6/2025).
Diskusi publik ini menjadi ruang diskusi untuk merumuskan kebijakan layanan kesehatan mata yang lebih komprehensif dan inklusif. Hal ini menyusul tingginya angka gangguan penglihatan di Kabupaten Madiun pada 2023, yang mencapai ribuan kasus. Data mencatat terdapat 7.924 kasus katarak, 17.234 gangguan refraksi, dan 828 kasus glaukoma.
Direktur Yayasan Paramitra, Asiyah Sugianti, menyebut bahwa layanan kesehatan mata belum sepenuhnya menjadi perhatian, baik di tingkat lokal maupun nasional. Padahal, prevalensi gangguan penglihatan di Jawa Timur mencapai 4,4 persen, lebih tinggi dari angka nasional yang berada di angka 3 persen.
“Sebagian besar masih menganggap bahwa layanan kesehatan mata hanya menjadi tanggung jawab dinas kesehatan. Padahal, ini adalah tanggung jawab sosial kita bersama,” ujar Asiyah dalam sambutannya.
Asiyah menekankan pentingnya sinergi lintas sektor, mulai dari Kementerian Agama, Dinas Pendidikan, Dinas Sosial, organisasi difabel, hingga awak media. Ia bahkan melibatkan kader posyandu dalam menyosialisasikan pentingnya kesehatan mata ke masyarakat.
“Kesehatan mata belum menjadi prioritas. Tapi dari forum ini, kami mengajak pemerintah dan masyarakat untuk lebih peduli terhadap layanan kesehatan mata,” tuturnya.
Dalam diskusi tersebut, Jurnalis Kompas.com, Muhlis Al Alawi, yang juga menjadi narasumber, menyoroti rendahnya capaian skrining mata di Kabupaten Madiun. Saat ini, baru sekitar 44 persen warga yang menjalani skrining kesehatan mata, sementara sekitar 418 ribu orang belum mengetahui kondisi penglihatan mereka.
“Pemerintah bisa mengoptimalkan penggunaan Alokasi Dana Desa (ADD), yang 20 persennya bisa digunakan untuk program skrining mata agar cakupannya mencapai 100 persen,” jelasnya.
Meski Kabupaten Madiun sudah meraih predikat Universal Health Coverage (UHC) 100 persen dari BPJS Kesehatan, nyatanya masih terdapat kesenjangan. Setiap tahun, Pemkab Madiun menganggarkan sekitar Rp 77 miliar untuk membayar iuran BPJS, namun baru 80 persen warga yang benar-benar tercakup secara aktif.
“Sebelumnya, anggaran hanya sekitar Rp 20 miliar untuk iuran BPJS bagi warga miskin. Sekarang, seluruh warga dengan gangguan kesehatan mata bisa dicover BPJS, tapi perlu diperkuat lagi kepesertaan aktifnya,” tandas Muhlis Al Alawi.
Melalui forum diskusi publik ini, diharapkan lahirnya kebijakan lokal yang berpihak kepada kelompok rentan dan mendukung pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs), khususnya di bidang kesehatan mata. (Dik)
0 Komentar